(12 Sya’ban tahun 773H sd 28 Dzulhijjah 852H.)
Pada akhir abad kedelapan hijriah dan
pertengahan abad kesembilan hijriah termasuk masa keemasan para ulama
dan terbesar bagi perkembangan madrasah, perpustakaan dan halaqah ilmu,
walaupun terjadi keguncangan sosial politik. Hal ini karena para
penguasa dikala itu memberikan perhatian besar dengan mengembangkan
madrasah-madrasah, perpustakaan dan memotivasi ulama serta mendukung
mereka dengan harta dan jabatan kedudukan. Semua ini menjadi sebab
berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu dengan pengajaran dan
menulis karya ilmiah dalam beragam bidang keilmuan. Pada masa demikian
ini muncullah seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini
Al-Haafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Berikut biografi singkat beliau:
Nama dan Nashab
Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad
bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani
Al-Asqalani Al-Mishri. (Lihat Nazhm Al-‘Uqiyaan Fi A’yaan Al-A’yaan,
karya As-Suyuthi hal 45)
Gelar dan Kunyah
Beliau Beliau seorang ulama besar madzhab
Syafi’i, digelari dengan ketua para qadhi, syaikhul islam, hafizh
Al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), amirul mukminin dalam bidang
hadist dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kunyah-nya) adalah
Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih
terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau,
Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang penjaga
tahqiq.
Kelahirannya
Beliau dilahirkan tanggal 12 Sya’ban
tahun 773 Hijriah dipinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Tempat tersebut
dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid. (Lihat Adh-Dahu’
Al-Laami’ karya imam As-Sakhaawi 2/36 no. 104 dan Al-badr At-Thaali’
karya Asy-Syaukani 1/87 no. 51).
Sifat beliau
Ibnu Hajar adalah seorang yang mempunyai
tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya
indah, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya, dan berwarna putih serta
pendek kumisnya. Dia adalah seorang yang pendengaran dan penglihatan
sehat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya,
bercita-cita tinggi, kurus badannya, fasih lisannya, lirih suaranya,
sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin dimasanya.
Pertumbuhan dan belajarnya
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak
yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya
meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada bulam rajab
777 H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua
tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah
ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak
tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Hal itu karena
sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu
saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi
(wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Begitu
juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan
(wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak
yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga diri dari dosa), sangat
berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua orang tersebut.
Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar biasa
dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu
membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan tinggal di Makkah hingga ia
meninggal dunia tahun 787 H.
Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk
Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk menghafal Alquran, di sana ada
seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi
gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar
belum berhasil menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli
fakih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin
Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu
Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan
tahun.
Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia
ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H.
Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya
sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah
kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benAr-benar
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia hafal beberapa
kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani
Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh
Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu
Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.
Pertama kali ia diberikan kesenangan
meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) lalu banyak hafal nama-nama perawi
dan keadaannya. Kemudian meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H.
dan menjadi pakar dalam syair.
Kemudian diberi kesenangan menuntut
hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun beliau belum konsentrasi
penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H. Diwaktu itulah beliau
konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.
Saat ketidakpuasan dengan apa yang
didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu
seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling
tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna
dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai
sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar
menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan
syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan
menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan
hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan
sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar
dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau
yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat
keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk
perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan
menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu
Hajar amat diperlukan.
Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah
(perjalanan tholabul ilmi) ke negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya
matang dalam usia muda himgga mayoritas ulama dizaman beliau mengizinkan
beliau untuk berfatwa dan mengajar. Beliau mengajar di Markaz Ilmiah
yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan
Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah
dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-hadits di
Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan selainnya.
Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di
Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya (Lihat Ad-Dhau’
Al-Laami’ 2/39).
Para Guru Beliau
Al-Hafizh Ibnu Hajar sangat memperhatikan
para gurunya dengan menyebut nama-nama mereka dalam banyak karya-karya
ilmiahnya. Beliau menyebut nama-nama mereka dalam dua kitab, yaitu:
1. Al-Mu’jam Al-Muassis lil Mu’jam Al-Mufahris.
2. Al-Mu’jam Al-Mufahris.
Imam As-Sakhaawi membagi guru beliau menjadi tiga klasifikasi:
1. Guru yang beliau dengar hadits darinya walaupun hanya satu hadits.
2. Guru yang memberikan ijazah kepada beliau.
3. Guru yang beliau ambil ilmunya secara mudzkarah atau mendengar darinya khutbah atau karya ilmiahnya.
Guru beliau mencapai lebih dari 640an
orang, sedangkan Ibnu Khalil Ad-Dimasyqi dalam kitab Jumaan Ad-Durar
membagi para guru beliau dalam tiga bagian juga dan menyampaikan
jumlahnya 639 orang. Dalam kesempatan ini kami hanya menyampaikan
beberapa saja dari mereka yang memiliki pengaruh besar dalam
perkembangan keilmuan beliau agar tidak terlalu panjang biografi beliau
ini.
Diantara para guru beliau tersebut adalah:
I. Bidang keilmuan Al-Qira’aat (ilmu Alquran):
Syeikh Ibrahim bin Ahmad bin Abdulwahid
bin Abdulmu`min bin ‘Ulwaan At-Tanukhi Al-Ba’li Ad-Dimasyqi (wafat tahun
800 H.) dikenal dengan Burhanuddin Asy-Syaami. Ibnu Hajar belajar dan
membaca langsung kepada beliau sebagian Alquran, kitab Asy-Syathibiyah,
Shahih Al-Bukhari dan sebagian musnad dan Juz Al-Hadits. Syeikh
Burhanuddin ini memberikan izin kepada Ibnu Hajar dalam fatwa dan
pengajaran pada tahun 796 H.
II. Bidang ilmu Fikih:
1. Syeikh Abu Hafsh Sirajuddin Umar bin
Ruslaan bin Nushair bin Shalih Al-Kinaani Al-‘Asqalani Al-Bulqini
Al-Mishri (wafat tahun 805 H) seorang mujtahid, haafizh dan seorang
ulama besar. Beliau memiliki karya ilmiah, diantaranya: Mahaasin
Al-Ish-thilaah Fi Al-Mushtholah dan Hawasyi ‘ala Ar-Raudhah serta
lainnya.
2. Syeikh Umar bin Ali bin Ahmad bin
Muhammad bin Abdillah Al-Anshari Al-Andalusi Al-Mishri (wafat tahun 804
H) dikenal dengan Ibnu Al-Mulaqqin. Beliau orang yang terbanyak karya
ilmiahnya dizaman tersebut. Diantara karya beliau: Al-I’laam Bi Fawaa`id
‘Umdah Al-Ahkam (dicetak dalam 11 jilid) dan Takhrij ahaadits
Ar-Raafi’i (dicetak dalam 6 jilid) dan Syarah Shahih Al-Bukhari dalam 20
jilid.
3. Burhanuddin Abu Muhammad Ibrahim bin Musa bin Ayub Ibnu Abnaasi (725-782 ).
III. Bidang ilmu Ushul Al-Fikih :
Syeikh Izzuddin Muhammad bin Abu bakar
bin Abdulaziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah
Al-Kinaani Al-Hamwi Al-Mishri (Wafat tahun 819 H.) dikenal dengan Ibnu
Jama’ah seorang faqih, ushuli, Muhaddits, ahli kalam, sastrawan dan ahli
nahwu. Ibnu Hajar Mulazamah kepada beliau dari tahun 790 H. sampai 819
H.
IV. Bidang ilmu Sastra Arab :
1. Majduddin Abu Thaahir Muhammad bin
Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar Asy-Syairazi Al-Fairuzabadi
(729-827 H.). seorang ulama pakar satra Arab yang paling terkenal dimasa
itu.
2. Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdurrazaaq Al-Ghumaari 9720 -802 H.).
V. Bidang hadits dan ilmunya:
1. Zainuddin Abdurrahim bin Al-Husein bin Abdurrahman bin Abu bakar bin Ibrahim Al-Mahraani Al-Iraqi (725-806 H. ).
2. Nuruddin abul Hasan Ali bin Abu Bakar bin Sulaimanbin Abu Bakar bin Umar bin Shalih Al-Haitsami (735 -807 H).
Selain beberapa yang telah disebutkan di atas, guru-guru Ibnu Hajar, antara lain:
* Al-Iraqi, seorang yang paling banyak menguasai bidang hadits dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan hadits.
* Al-Haitsami, seorang yang paling hafal tentang matan-matan.
* Al-Ghimari, seorang yang banyak tahu tentang bahasa Arab dan berhubungan dengan bahasa Arab.
* A-Muhib bin Hisyam, seorang yang cerdas. * Al-Ghifari, seorang yang hebat hafalannya.
* Al-Abnasi, seorang yang terkenal kehebatannya dalam mengajar dan memahamkan orang lain.
* Al-Izzu bin Jamaah, seorang yang banyak menguasai beragam bidang ilmu.
* At-Tanukhi, seorang yang terkenal dengan qira’atnya dan ketinggian sanadnya dalam qira’at.
Murid Beliau
Kedudukan dan ilmu beliau yang sangat
luas dan dalam tentunya menjadi perhatian para penuntut ilmu dari segala
penjuru dunia. Mereka berlomba-lomba mengarungi lautan dan daratan
untuk dapat mengambil ilmu dari sang ulama ini. Oleh karena itu tercatat
lebih dari lima ratus murid beliau sebagaimana disampaikan murid beliau
imam As-Sakhawi. Diantara murid beliau yang terkenal adalah:
1. Syeikh Ibrahim bin Ali bin Asy-Syeikh bin Burhanuddin bin Zhahiirah Al-Makki Asy-Syafi’i (wafat tahun 891 H.).
2. Syeikh Ahmad bin Utsmaan bin Muhammad
bin Ibrahim bin Abdillah Al-Karmaani Al-hanafi (wafat tahun 835 H.)
dikenal dengan Syihabuddin Abul Fathi Al-Kalutaani seorang Muhaddits.
3. Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hasan Al-Anshari Al-Khazraji (wafat tahun 875 H.) yang dikenal dengan Al-Hijaazi.
4. Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari wafat tahun 926 H.
5. Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abu bakar bin Utsmaan As-Sakhaawi Asy-Syafi’i wafat tahun 902 H.
6. Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Abdullah bin Fahd Al-Hasyimi Al-‘Alawi Al-Makki wafat tahun 871 H.
7. Burhanuddin Al-Baqa’i, penulis kitab Nuzhum Ad-Dhurar fi Tanasub Al-Ayi wa As-Suwar.
8. Ibnu Al-Haidhari.
9. At-Tafi bin Fahd Al-Makki.
10. Al-Kamal bin Al-Hamam Al-Hanafi.
11. Qasim bin Quthlubugha.
12. Ibnu Taghri Bardi, penulis kitab Al-Manhal Ash-Shafi.
13. Ibnu Quzni.
14. Abul Fadhl bin Asy-Syihnah.
15. Al-Muhib Al-Bakri.
16. Ibnu Ash-Shairafi.
Menjadi Qadhi
Wafatnya
Setelah melalui masa-masa kehidupan yang
penuh dengan kegiatan ilmiah dalam khidmah kepada ilmu dan berjihad
menyebarkannya dengan beragam sarana yang ada. Ibnu Hajar jatuh sakit
dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi
pada tanggal 25 Jamadal Akhir tahun 852 H. Dia adalah seorang yang
selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis taklim
hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan Dzulqa’dah
tahun 852 H. Ketika ia sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya
Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah
engkau tidak memberikanku pengampunan.” Beliau berusaha menyembunyikan
penyakitnya dan tetap menunaikan kewajibannya mengajar dan membacakan
imla’. Namun penyakit tersebut semakin bertambah parah sehingga para
tabib dan penguasa (umara) serta para Qadhi bolak balik menjenguk
beliau. Sakit ini berlangsung lebih dari satu bulan kemudian beliau
terkena diare yang sangat parah dengan mengeluarkan darah. Imam
As-Sakhaawi berkata, “Saya mengira Allah telah memuliakan beliau dengan
mati syahid, karena penyakit tha’un telah muncul. Kemudian pada malam
sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang dua jam setelah
shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya
menyaksikan hadirnya sakaratul maut.”
Hari itu adalah hari musibah yang sangat
besar. Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang nonmuslim
pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup
demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai
tidak dapat dihitung. Semua para pembesar dan pejabat kerajaan saat itu
datang melayat dan bersama masyarakat yang banyak sekali menshalatkan
jenazah beliau. Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau lebih dari
50.000 orang dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiah mempersilahkan
Al-Bulqini untuk menyalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo.
Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur
di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami
di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.
Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun
pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat
dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun
saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.”
Al-Iraqi berkata, “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang
mulia, yang seorang muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan
manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang
dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah,
Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad,
Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh,
yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan
Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhaif,
yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu
yang relatif pendek.” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia,
dengan kepandaian Ibnu Hajar. Karya Ilmiah Beliau. Al-Haafizh ibnu Hajar
telah menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya
dengan lisan, amalan dan tulisan. Beliau telah memberikan jasa besar
bagi perkembangan beraneka ragam bidang keilmuan untuk umat ini. Murid
beliau yang ternama imam As-Sakhaawi dalam kitab Ad-Dhiya’ Al-Laami’
menjelaskan bahwa karya tulis beliau mencapai lebih dari 150 karya,
sedangkan dalam kitab Al-Jawaahir wad-Durar disampaikan lebih dari 270
karya.
Tulisan-tulisan Ibnu Hajar, antara lain:
* Ithaf Al-Mahrah bi Athraf Al-Asyrah.
* An-Nukat Azh-Zhiraf ala Al-Athraf.
* Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-Tadlis (Thaqabat Al-Mudallisin).
* Taghliq At-Ta’liq. * At-Tamyiz fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz (At-Talkhis Al-Habir).
* Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah.
* Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari.
* Al-Qaul Al-Musaddad fi Adz-Dzabbi an Musnad Al-Imam Ahmad.
* Al-Kafi Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasyyaf.
* Mukhtashar At-Targhib wa At-Tarhib.
* Al-Mathalib Al-Aliyah bi Zawaid Al-Masanid Ats-Tsamaniyah.
* Nukhbah Al-Fikri fi Mushthalah Ahli Al-Atsar.
* Nuzhah An-Nazhar fi Taudhih Nukhbah Al-Fikr.
* Komentar dan kritik atas kitab Ulum Hadits karya Ibnu As-Shalah.
* Hadyu As-Sari Muqqadimah Fath Al-Bari.
* Tabshir Al-Muntabash bi Tahrir Al-Musytabah.
* Ta’jil Al-Manfaah bi Zawaid Rijal Al-Aimmah Al-Arba’ah.
* Taqrib At-Tahdzib.
* Tahdzib At-Tahdzib.
* Lisan Al-Mizan.
* Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Shahabah.
* Inba’ Al-Ghamar bi Inba’ Al-Umur.
* Ad-Durar Al-Kaminah fi A’yan Al-Miah Ats-Tsaminah.
* Raf’ul Ishri ‘an Qudhat Mishra.
* Bulughul Maram min Adillah Al-Ahkam.
* Quwwatul Hujjaj fi Umum Al-Maghfirah Al-Hujjaj.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar