KH.
ABDUL LATHIF adalah seorang kiai yang berasal dari kampung LANGGUNDHI,
kramat, BANGKALAN. Beliau merupakan keturunan dari sunan GUNUNG JATI,
CIREBON. Beliau menikah dengan seorang wanita dari kampung KEMAYORAN,
BANGKALAN. Kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang diberi nama
MUHAMMAD CHOLIL.
Keluarga
tersebut merupakan keluarga sederhana, namun bercita-cita ingin
mempunyai keturunan AHLI ILMI yang dekat kepada ALLAH SWT. Oleh karena
itu, meskipun dengan hidup pas-pasan, cita-cita mereka tetap bergelora
sehingga mereka berusaha untuk mengirim putra tunggal mereka ke pondok
pesantren, untuk menimba ilmu dari Ulama-ulama di beberapa pondok
pesantren di JAWA, bahkan sampai ke MEKKAH.
KH. ABDUL LATHIF mempunyai saudara perempuan yang menjadi
istri seorang Adipati yang alim, yaitu Adipati LUDRO yang bertempat
tinggal di pasar Kapoh Barat. Adipat LUDRO ini merupakan pejabat keraton
yang bertugas mengajar NGAJI para outra Bangsawan. Beliau kaya harta
dan dermawan, banyak anak-anak yatim yang di asuhnya, termasuk seorang
putri yang bernama AZZAH yang sangat di sayanginya dan diambilnya
sebagai anak.
Pada
usia yang masih muda belia, MUHAMMAD CHOLIL muda telah berkelana ke
beberapa pesantren dengan menimba ilmu kepada beberapa ulama di Tanah
Jawa. Dia berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren yang lain,
hingga akhirnya dia MONDOK di salah satu pesantren di daerah BANYUWANGI.
Di pondoknya yang terakhir ini dia bekerja sambilan sebagai pemanjat
pohon kelapa kepada kiainya. Dan tanpa sepengetahuan dia, sang kiai
mengumpulkan upah dari hasil jerih payah CHOLIL muda sebagai pemanjat
pohon kelapa untuk dijadikan bekal baginya untuk melanjutkan MONDOK nya
di MEKKAH. Setelah tabungan itu dirasakan cukup, sang kiai kemudian
mengirim dia ke MEKKAH.
Beberapa
tahun menimba ilmu pada ulama-ulama bear di Mekkah, Akhirnya CHOLIL
muda di suruh pulang oleh gurunya untuk menyeberkan ilmunya kepada
masyarakat. Tapi dia tidak mempunyai ongkos untuk pulang ke BANGKALAN.
Oleh karena itu dia mengirim surat kepada ayahnya, KH. ABDUL LATHIF yang
ada di BANGKALAN, supaya sudilah ayahnya itu mengirimkan uang kepadanya
untuk dijadikan ongkos.
KH.
ABDUL LATHIF yang memang sangat sederhana keberadaannya merasa masygul,
haru, serta susah hatinya saat menerima surat dari putra satu-satunya
itu. Karena beliau tidak mempunyai biaya yang diperlukan oleh putranya.
Akhirnya beliau datang pada Adipati LUDRO, iparnya dan menceritakan hal
ihwal surat dari putranya dan keinginannya meminjam uang untuk dijadikan
sebagai ongkos pulang bagi putranya.
Mendengar
penuturan KH. ABDUL LATHIF tersebut, Adipati LUDRO menyambut baik dan
senang hati memberi uang yang diperlukan serta tidak usah
mengembalikannya; dengan catatan, apabila berkenan, nanti sesudah
MOHAMMAD CHOLIL datang dapatlah dinikahkan dengan putrinya, AZZAH.
Oleh
karenanya, setelah datang di Bangkalan, MOHAMMAD CHOLIL mempersuting
AZZAH, putri angkat Adipati LUDRO, dan kemudian mendirikan pondok
pesantren di PASARKAPOH.
Dari
pernikahan ini KH. MOHAMMAD HOLIL di karuniai dua orang keturunan; yang
pertama adalah KH. MOHAMMAD HASAN yang kemudian menikah dengan NYAI Hj.
KARIMAH dari kramat (tidak mempunyai keturunan), dan yang kedua adalah
NYAI Hj. KHOTIMAH yang kemudian dinikahkan dengan KH. MUNTAHA yang masih
keponakan beliau sendiri.Dari pernikahan KH. MUNTAHA dengan Hj.
KHOTIMAH ini KH. MOHAMMAD CHOLIL dikaruniai tiga orang cucu. Namun dari
ketiga cucunya itu yang hidup dan mempunyai keturunan hanyalah KH. ABDUL
LATHIF dengan NYAI SALMA dari JAMBU, BURNEH.
Kemudian
NYAI AZZAH mendahului SYAICHONA MOHAMMAD CHOLIL memenuhi panggilan
ALLAH. Selama menduda beliau lebih banyak berada di ponpes JENGKEBUAN,
tinggal bersama putri beliau, NYAI KHOTIMAH. Pada saat-saat menduda
tersebut, beliau kepada tamunya sering berkata bahwa dilayani anak tidak sama dengan di layani istri. Akhirnya ucapan tersebut didengar oleh NYAI KHOTIMAH, anaknya.
Oleh
karenanya NYAI KHOTIMAH mencarikan istri untuk beliau, yaitu RADEN AYU
NURJATI, janda dari kanjeng BUPATI BANGKALAN, dan beliau dihadiahi
sebidang tanah di desa DEMANGAN. Mulai saat itulah beliau berda di
DEMANGAN dan mendirikan pesantren DEMANGAN BARAT (PP.SYAICHONA MOHAMMAD
CHOLIL sekarang). Dari pesantren DEMANGAN inilah banyak menelorkan
Ulama-ulama besar dan Pemimpin Bangsa. Di pesantren DEMANGAN ini pula
banyak karomah-karomah dari beliau yang ditampakkan oleh ALLAH kepada
masyarakat.
Beliau
sangat sayang dan hormat pada istrinya ini, karena selain seorang
Bangsawan, RADEN AYU NURJATI ibadahnya juga kuat. Diantaranya amalan
yang menjadi rutinitas istrinya adalah surah AL-AN'AM. Hal tersebut
sering diungkapkan beliau kepada beberapa orang. Namun demikian, RADEN
AYU NURJATI menyadari bahwa dirinya tidak bisa memberikan keturunan.
Oleh karenanya ia mempersilahkan beliau untuk kawin lagi dengan
beberapa putri; antara lain adalah RADEN AYU ARBI'AH (menurunkan RKH.
MOH. IMRON), NYAI ROHIMAH dari KEMAYORAN BANGKALAN, NYAI KUTTAB dari
PONGKORAN BANGKALAN (tidak ada keturunan), NYAI TELAGABIRU (tidak ada
keturunan), NYAI dari SABRAH TANJUNG BUMI (tidak ada keturunan), NYAI
SAILA dari KRAMAT (tidak ada keturunan, tapi ada anak tiri, KH. ABD
ROZZAQ), NYAI MESI dari LABANG (menurunkan NYAI Hj. ASMA, KEPANG).
Demikianlah
sekelumit sejarah SYAICHONA MOHAMMAD CHOLIL yang ditulis kembali dari
catatan H. MAS. MOH ISMA'IL YAHYA yang beliau dapatkan dari sumber
cerita orang tuanya, KH. MOH. YAHYA BIN H. ABDUS SALAM, santri di pondok
pesantren DEMANGAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar